Pages

Kamis, 23 Juni 2011

Jaka Rub-Rub Chan
di angkat dari kisah tak nyata


Tokoh di dalam cerita ini hanyalah fiktif belaka, jika terdapat kesamaan dalam berbagai versi, mohon hubungi pihak yang berwajib.
Warning: Non YAOI, rate M– – –
Disclaimer: abang-abang bakso
By: Yuuki-Imou

Selamat Menikmati   ~(^.^~)...(~^.^)~...~(^.^~)

Duarrr...Ledakan itu menggelegar menyusupi setiap celah dan bergaung di antara rerimbunan pohon empat penjuru mata angin. Burung-burung panik, rusa-rusa berlarian dan gajah-gajah melompat ketakutan. Dengan segera kepulan asap membahana menyongsong angkasa, terbebas dan hilang bersama angin. Hutan menggeliat marah. Ketenangannya diusik oleh sesosok manusia yang termangu di dekat sumber bunyi ledakan itu. Mata itu mengerjap tak percaya. Mulutnya menganga, tatapannya kosong, kesedihan menyeruak di dalam hatinya. Tetes air mata berdesakan ingin keluar dari pelupuk matanya yang teduh. Sedih. Sedih. Kesedihan yang amat mendalam yang ia rasakan sekarang. Kebersamaan mereka telah terenggut. Kebersamaan yang mereka lalui hari demi hari, kini hilang sudah. Tak ada lagi seukir senyum di wajahnya. Tak akan ada lagi suara jerit kemarahan ibunya karena terlalu asyik bermain bersama dengan dia. Dia yang kini terkapar tak berdaya tepat di depan matanya. Dia yang kini tak berkutik lagi.
Sesosok manusia itu berrsimpuh. Ia menutupi wajahnya yang panas karena kesesakan yang melandanya. Air mata yang ia tahan, kini tak terbendung lagi, mengalir setetes demi setetes membasahi anak-anak rumput di bawahnya. Sungguh betapa ia begitu tak beguna. Betapa sahabat yang telah mengisi hari-hari bahagianya kini menjadi korban karena kebodohannya. Ia marah. Marah pada dirinya sendiri. Ia mengepalkan tinjunya tinggi-tinggi dan menghempaskannya, menubruk tanah basah, tempat ia berpijak.
“Kenapa? KENAPA? Oh Tuhan kenapa...hiks,” isaknya parau.
Ia menangis sesenggukkan. Entah apa yang harus ia katakan pada orang-orang. Bagaimana ia bisa menjelaskan semuanya? Orang-orang itu tak tahu apa-apa. Mereka tak tahu apapun. Mereka tak tahu akan artinya persahabatan. Persahabatan yang indah.

“ Jakaaaaaaaaaaaa...!” Satu suara sophran berhasil merenggut perhatiannya yang sedang larut dalam kesedihan yang mendalam.
Sesosok manusia yang merasa “terpanggil” itu, cepat-cepat menengadahkan wajahnya yang sembab. Ia menoleh, mencari asal sumber suara.
“ Iya mak, Jaka di sini,” jawabnya cepat-cepat
“ Eh, Jaka kamu teh ngledakin apaan lagi? Pusing emak dengernye. Noh, mpok gorilla marah-marah, pohon pisangnye roboh lagi ketimpa die yang kaget,” sahut sang “Emak”.

Jaka Tarub, panggil saja begitu, atau lebih popular dengan nama Rub-chan, Rub-rub si Jaka Tarub, ya apalah itu, mendengus kesal. Dijejalkannya “mayat sahabatnya” yang mulutnya mengeluarkan asap hitam pekat ke dalam kotak anyaman bambu. Ia berjalan gontai, malas rasanya menatap wajah emaknya yang merah padam menahan marah akibat ulahnya lagi. Ia pasti akan mendapat wejangan, setumpuk materi perkuliahan “menjaga etika, sopan santun dan perasaan terhadap tetangga dan sesama makhluk hidup” dan kemudian sederet kata-kata mutiara yang akan singgah di telinganya. Ia menyeret kedua kaki dan bayangannya dengan separuh hati. Tak lupa sebelum menghadap sang Emak, Rub-chan menyemayamkan sahabatnya.
“ Sahabatku tercinta, Mesin Berteknologi Tinggi Pelipat Baju Otomatis bin Jaka Tarub”
Lahir 20 Januari xxxx
Wafat 2 Februari xxxx
Hutan Rimba Permai
Semoga kau tenang di sana kawan^^

Tak lupa ia menaburkan segenggam bunga melati di atasnya. Komat-kamit sebentar, Jaka pun mengesot ria menyongsong sang “ Emak”. Sang Emak yang tak lain dan tak bukan adalah seekor serigala berbulu domba, mondar-mandir gelisah menunggu anaknya pulang dari ranah hutan. Begitu wajah sang anak mencuat di antara celah rerimbunan pohon, sang Emak berlari dengan gaya “ slow motion”, (diiringi dengan lagu Kuch-Kuch Hota Hai).
“Emak!”
“Jaka!”
“Oh Emak!”
“Jakaa...!”
Duaakk. Jitakan surga mendarat di ubun-ubun Jaka. Menambah koleksi bukit benjol besarnya yang mencolok di antara pitak segala pitak dan sebaik-baiknya pitak.
“Mak, sakit lah Mak!” rengek Jaka.
“Emang gue pikirin?” ujar “Emak”-nya sok gahol.
“Kok ngomongnya gitu sih Mak? Mak mungkin bisa ngomong gitu, soalnya Mak nggak pernah ngerasain apa yang aku rasain,” kilah Rubby.
“Eh, itu sih derita lo,” tangkis sang “Emak”.
“Kok Emak ngomongnya jahat sama aku? Aku nggak nyangka, ternyata Emak bisa sekejam ini sama aku. Tega-teganya kau Mak,” ujar Rubchan, suaranya mulai bergetar.
“Lantas?” ucap sang “Emak”.
“Lantas, di mata Emak, semua apa yang kita lakukan selama ini  hanya omong kosong semata? Emak egois. Nggak mau mikirin perasaanku! Hah? Aku nggak percaya ini!” ucap Rub-Rub chan.
“Yaudah sih? Terus? Maumu gimana?, jawab Mak datar.
“Mauku? Aku mau kita putus!!!”, teriak Rub chan, tangisnya pecah. Ia tak menyangka fenomena gaib ini terjadi pada dirinya.
“Ya kali”, ujar Maknya datar, menirukan kata-kata seorang artis antah berantah yang tak kalah gaibnya.

Dan benar saja. Tak lama setelah drama telenovela tersebut, menurut penerawangan Mama Lemon, sang “Emak” menguliahi sang “ Jaka”, hingga ia lulus dengan nilai cum laude.
Singkat cerita, sang Emak tidak merestui segala apa yang dilakukan Jaka. Ia tak setuju dengan eksperimen yang dilakukan anaknya karena telah menimbulkan keresahan bagi sebagian besar warga hutan. Menurut Undang-Undang dan Hukum Sipil, segala macam bentuk aktivitas yang menimbulkan keresahan bagi masyarakat, akan dikenakan hukuman sesuai dengan pasal yang terkait. Jaka tidak sependapat dengan pemerintah hutan. Ia menganggap Undang-Undang dan peraturan ini telah mengekang kreativitas dan kemajuan teknologi yang merupakan aset berharga dan akan mencerahkan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat hutan di masa yang akan datang. Hal tersebut harus di dukung dengan pemanfaatan sumber daya alam sebijak mungkin guna menciptakan generasi muda yang berkompeten.
Jadi, kesimpulan yang bisa kita ambil adalah Jaka Tarub tidak mau menurut aturan pemerintah. Ia adalah penentang sekaligus pejuang sejati-sejatnya umat. Ibarat Si Pitung, ia adalah cendikiawan yang haus akan ilmu pengetahuan. Ibarat Albert Einstein, ia adalah pahlawan rakyat, dan ibarat Inul Daratista, ia adalah sosok yang mampu mengebor kejahiliyahan yang ada dan melahirkan generasi yang berbudiman saudara-saudara sekalian.

“Yaudahlah Mak,” ujar Rubby santai.
“Yang namanya tetangga, jangan didengerin. Lagipula apa yang Jaka lakukan ini juga untuk kepentingan kita bersama,” lanjut Jaka.
“Ah, kau ini. Kau ini nggak tahu apa-apa Rub. Kepentingan bersama? Tiap hari Mak diomeli tetangga. Kamu suka nyomot perabot tetangga buat mesin-mesin kamu itu. Apalagi kalo meledak, mengganggu ketertiban hidup orang, Bujangku,” jelas Emak.
“Paling nggak, kalau berhasil, Jaka bisa bantu tetangga untuk meringankan beban pekerjaan rumah tangga mereka,” sambung Rubby.
“Ya itu kan kalo berhasil,” jawab Mak.
“Tapi Mak, apa yang Jaka lakukan ini juga bisa meningkatkan perekonomian kita loh Mak,” lanjut Rubby.
“Oh gitu. Yaudah deh. Terserah kamu aja nak. Emak cuma bisa bantu ngasih doa,” ucap Emaknya sambil berlalu.
“Oke deh,” ucap Rubby sebagai penutup.

---\(^0^)/---

Entah kejeniusan jenis apa yang yang bersemayam dalam otak Jaka tarub. Seperti yang sudah dikatakan di atas, bahwa Emaknya adalah seekor serigala berbulu domba–hasil persilangan kakeknya yang serigala yang diam-diam berselingkuh dengan nyonya domba–dan menikah dengan ayahnya yang seorang kapiten mempunyai pedang panjang. Ayahnya–yang kini berjalan hap hap, dinyatakan menghilang setelah menyadari bahwa dirinya adalah manusia yang secara tidak sadar menikahi seekor serigala berbulu domba–bahkan tak tahu harus menyekolahkan Jaka ke sekolah mana, karena tak satu pun guru di hutan ini yang mampu menghadapi kelabilannya. 

Akan tetapi, kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda, dan kejelekan adalah kegantengan yang tertunda. Jadi, meskipun selama ini eksperimen Jaka mengalami kendala, ia tetap bersemangat 45. Biarpun badai menghalangi, biarpun tetangga mencibirmya, dan biarpun Menara Eiffel ada di Paris, ia akan terus berkarya hingga titik darah penghabisan.

“Ah, uh, oh no!” jerit Rub chan di suatu sore.
Rupa-rupanya tidak berupa, Rubby sedang menciptakan sebuah mesin baru. Namanya Cozy Slimming Shoot(baca dalam Bahasa Indonesia: merampingkan Cozy dengan tembakan/menembak Cozy yang ramping/Cozy si tembakan ramping). Alat kebugaran untuk menambah daya tarik dan kepercayaan diri. Sayang sekali, Jaka tidak memiliki kain elastis yang merupakan bagian terpenting dari penemuan ini.
“Ah..bagaimana ini...What should i do?” gumam Rubby.
“Coba kita cari ajahh,” sahut Cody, katak hijau berekor, sahabat Rubby.
“Ngg...tapi aku tak tahu harus mencari kemana,” jelas Rubby.
“Paman-paman ulat sutera di ujung jalan rt 05 bagaimana? Mungkin mereka bisa membantu?” jawab Cody.
“Tapi, sekarang mereka sedang bertapa. Mencari pencerahan untuk berevolusi menjadi kupu-kupu yang cantik,” ujar Rubby.
“Kalau begitu bibi-bibi ulat sutera saja!” ucap Cody bersemangat.
“Tapi bibi-bibi ulat sutera sekarang sibuk mencari nafkah dan mengurus anak-anak ulat sutera. Kan paman-paman ulat sutera sedang bertapa. Jadi bibi-bibi sedang tidak memproduksi kain sutera. Mereka terlalu lelah, kawaiso ne,” ucap Rubby.
“Kalau begitu anak-anak sutera saja.  Anggap ini percobaan pendewasaan diri,” ucap Cody.
“Jangan! Mereka masih anak-anak. Buat anak kok coba-coba,” jelas Rubby.
“Ah! Aku punya kenalan mbah dukun! Gimana kalo kita minta bantuannya? Biar kita tahu tempat di mana kain yang kau butuhkan itu berada!” ucap Cody girang.
“Good idea! Ok, antarkan aku Cody!” ucap Rubby menyetujui.

~(@.@~)

“Bim salabim...Avada Kedavra!” mbah dukun, sebut saja Mama Lemon, meracaukan mantranya ke sebuah bola yang mirip lampu bohlam.
“B.bbagaimana hasilya?” ucap Rubby gugup sambil menelan ludah.
“Positif...,” ucap Mama Lemon dengan tatapan mata yang tajam.
“Aphaa?” Jerit jaka Tarub menutup mulutnya tak percaya,”Ohh, ap..apa artinya?” ucapnya lirih, air mata mulai memenuhi pelupuk matanya.
“Ya, artinya kamu bisa mendapatkannya dengan segera!Hi hi hi,” lanjut Mama Lemon dengan suara yang menyeramkan.
“Dimana? Kapan?” tanya Rubby tidak sabar.
“Pergilah ke Telaga biru. Kamu bisa mendapatkannya ketika Musim Bidadari tiba. Biasanya mereka mandi di telaga itu sebelum melakukan ritual khusus di kahyangan,” jelas Mama Lemon.
“Lalu, apa yang harus saya perbuat?” tanya Jaka Rubby.
“Comot saja kain para bidadari sesuai dengan kebutuhanmu. Jangan lupa sebelum mencomotnya, berdoalah terlebih dahulu. Oh ya! Ingat! Satu lagi, jangan sampai kamu menyapa para bidadari itu! Berbahaya!” ancam Mama Lemon.
“Mm..memangnya kenapa Mam?” tanya Rubby penasaran.
“Ya nanti ketahuan donk, kalo kamu nyomot selendang kain mereka! Hi hi hi..,,” jawab Mama Lemon dengan misterius.
“Baik. Terima kasih Mam. Ini tip nya,” ucap Rubby sambil menyodorkan selembar amplop.
“Wah sama-sama. Ternyata Anda benar-benar pengertian dan berhati lapang, hehe”, balas Mama Lemon
“Sering-sering maen ya?” lanjut Mama Lemon.
Jaka Rubby hanya tersenyum sembari pamit dari kediaman Mama Lemon.

“>__<”

Musim Bidadari. Ya, benar sekali! Musim Bidadari. Oh yeah, Musim Bidadari. Yuhuu...Musim Bidadari,,,eM U eS I eM ..Be I De A De A eR I, Yup Musim Bidadari.
Jaka tak sabar menunggunya. Musim Bidadari seperti yang di ramalkan Mama Lemon, jatuh pada lusa nanti. Inilah momen penting yang tak boleh ditinggalkannya. Rupanya Dewi Fortuna telah menempel dipundak Rubby, karena usut punya usut para bidadari yang biasa turun untuk mandi tersebut berjumlah sepuluh orang, jadi Rubby bisa memilih kain yang dicarinya dengan sesuka hati.
“Yey! Aku senang,” batin Rub chan
Keesokan harinya
“Yey!Aku senaang,” ucap Rub chan
Sore harinya
“Yey! Aku senaanng,” pekik Rub chan
Hari H
“Yey! Aku senaanngg,” jerit Rub chan

Wow..Musim bidadari tak dinyana telah tiba. Jaka Tarub melenggang menuju Telaga Biru. Ia mengesot sejadi-jadinya. Menyongsong sang kain Cozy slmming shoot-nya.
Suara air terjun di Telaga Biru memecah kesunyian hutan. Riak airnya menenggelamkan suara-suara manja para bidadari. Sungguh mempesona.

Jaka tiba di Telaga pukul 6 pagi. Ia menenteng tas ransel dan tak lupa membawa pancingan. Sambil menunggu semua bidadari turun dari langit, Jaka membeli sebungkus nasi ponggol untuk mengganjal perutnya. Ia bersembunyi di balik sebuah batu besar, berjarak 10 meter dari termpat para bidadari mandi. Menurut analisis suara teriakannya, para bidadari yang telah turun dari kahyangan baru berjumlah 3 ekor, itu berarti masih kurang 7 ekor lagi agar genap 10 biji.
“Hnn, wah masih kurang banyak nih variasi pilihannya,” bisik Rubby
Ia melodot sedikit dari balik batu dan menyembullah wajah dan sebagian jambulnya yang tampan bak Kim Hyung Joong(cih!). Dilihatnya sosok-sosok asing yang berkelebat di bawah naungan air terjun. Tiga sososk yang mencomot semua perhatiannya. Waktu seakan berhenti. Jaka diam tertegun. Ia tak percaya apa yang barusan di lihatnya. Lima detik kemudian, ia masih belum sadar. Jaka menepuk-nepuk pipinya dan mengucek-ngucek mata nya hingga irisnya serasa tergilas batu cincinnya, sampai ia yakin betul dengan fenomena yang sedang terjadi di hadapannya.
“Oh my ga dana!” pekiknya

...to be continued

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright (c) 2010 Imou no Nikki. Design by Wordpress Themes.

Themes Lovers, Download Blogger Templates And Blogger Templates.